Al Allamah Al Musnid Habib Umar bin Hafidz ketika lawatannya
ke Inggris menuturkan , ada seorang yang hidup di masa Qutb Rabbani Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani. Ketika orang itu meninggal dunia dan di kuburkan, beberapa orang yang berada di sekitar pekuburan mendengar jeritan, lolongan orang
itu dari dalam kubur.
Para sahabat (murid-murid) Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bercerita kepadanya, dan segera Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menghampiri kubur
tersebut. Masyarakat menyaksikan dan memohon kepada beliau agar memohon kepada
Allah subhanallahu wata`ala agar hukumannya di angkat.
Kemudian Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bertanya kepada para
sahabat-sahabatnya:
“Apakah ia salah satu dari sahabatku (muridku)?”
Mereka menjawab: “Bukan wahai syeikh”……
“Apakah ia salah satu dari sahabatku (muridku)?”
Mereka menjawab: “Bukan wahai syeikh”……
Lalu beliau bertanya kembali :
“Pernahkah kalian melihatnya hadir pada salah satu majelisku?”
“Pernahkah kalian melihatnya hadir pada salah satu majelisku?”
Mereka menjawab : “Orang itu tidak pernah menghadiri
majelismu.”
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bertanya lagi :
“Pernahkah ia masuk ke salah satu masjid dengan tujuan untuk mendengarkan ceramahku, atau shalat di belakangku?”
“Pernahkah ia masuk ke salah satu masjid dengan tujuan untuk mendengarkan ceramahku, atau shalat di belakangku?”
Mereka menjawab : “Tidak pernah , ya syeikh..!!!!!”
Lalu Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bertanya lagi :
“Pernahkah aku melihatnya?”
“Pernahkah aku melihatnya?”
Mereka menjawab : “Tidak pernah, ya syeikh…!!!”
Lalu Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bertanya lagi :
“Apakah ia pernah melihatku?”
“Apakah ia pernah melihatku?”
Mereka menjawab : “Tidak ya syeikh….!!”
Lalu salah seorang dari mereka berkata: “namun, wahai
syeikh, aku pernah melihatnya melintas di suatu jalan setelah engkau dan para
sahabatmu baru saja selesai dari majelis, dan ia melihat jejak
jalanmu” (di masa itu Syaikh Abdul Qadir Al Jailani bila berjalan
dengan rombongannya adalah dengan mengendarai kuda, sehingga menimbulkan debu-debu
yang mengepul di udara, dari situ orang akan segera tahu bahwa itu adalah konvoi rombongan dari majelis Syaikh Abdul Qadir Al Jailani)
Lalu Syaikh Abdul Qadir Al Jailani menengadahkan
tangannya kepada Allah subhanallahu wata`ala seraya berdo`a :
“Ya Allah, orang ini adalah orang yang pernah melihat debu
jejak jalan kami selesai majelis, jika Engkau mencintai kami, kami
memohon kepada-Mu berkat kecintaan-Mu kepada kami untuk mengangkat hukuman
serta siksaan pada hamba ini.”
Dan seketika itu juga, jeritan dari dalam kubur terhenti.
Subhanallah
Baru melihat debunya saja , seorang Wali Allah berkenan memberikan syafaatnya di alam kubur, bagaimana
dengan para sahabatnya (muridnya) yang siang dan malam menghadiri
majelis-majelis beliau, mengenal dan mencintainya serta memperjuangkan ajarannya?.
Dari debu inilah Syaikh Abdul Qadir Al Jailani memohonkan, ampun, memberikan syafaat kepada orang tersebut. Bagaimana jika seandainya orang tersebut sulit di cari, apa alasan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani untuk memberikan syafaat kepadanya..Naudzubillah..
Oleh karena itu, di dalam kehidupan, seorang muslim sudah seharusnya mencintai para shalihin, para wali Allah. Sebab merekalah perantara antara
kita dengan Allah, Para Wali Allah di cintai di langit dan di bumi sebagaimana
Allah berfirman di dalam hadis qudsi riwayat Imam bukhari :
Jika Allah Ta`ala cinta kepada hamba-Nya, maka Allah akan
berkata kepada malaikat Jibril yang merupakan pemimpin dari para malaikat di
tempat tertinggi: “Wahai Jibril, Aku mencintai hamba itu, maka umumkanlah
kepada semua penduduk langit untuk mencintai hamba tersebut.”Lalu malaikat
Jibril as mencintai hamba tersebut karena Allah Ta`ala dan mengumumkannya,
sehingga seluruh para malaikat ikut mencintainya.
Wallahu`alam
Allahumma shalli alaa ruuhi sayyidina muhammadin fil arwah,
wa ‘ala Jasadihi filajsad, wa alaa Qabrihi filqubuur WA 'ala alihi wa shahbihi wa sallim.
oleh: Habib Quraisy Baharun